ANGKA
kasus kurang gizi dan gizi buruk dikhawatirkan akan meningkat akibat kenaikan
harga bahan bakar minyak (BBM). Untuk itu, pemberian bantuan langsung tunai
atau BLT perlu disertai dengan sosialisasi pengetahuan gizi kepada penerima
bantuan agar dana bantuan dari pemerintah itu tepat sasaran dan memberi manfaat
yang sangat bermakna bagi perbaikan gizi masyarakat. Faktor utama yang langsung
mempengaruhi status gizi masyarakat adalah tingkat konsumsi pangan dan status
kesehatan. Dengan naiknya harga BBM, maka harga produk pangan akan naik
sehingga bisa menurunkan tingkat konsumsi pangan di kalangan masyarakat, kata
Martianto Drajat dari Departemen Gizi Masyarakat Institut Pertanian Bogor
(IPB), Senin (3/6), saat dihubungi dari Jakarta.
Terkait hal itu, pemerintah harus
segera mengantisipasi masalah tersebut dengan meningkatkan sosialisasi mengenai
pola pengasuhan pada anak. Di tengah krisis pangan yang diperparah oleh
kenaikan harga berbagai bahan kebutuhan pokok, para orang tua harus
memprioritaskan kebutuhan gizi pada anak mereka terutama yang masih berusia di
bawah lima tahun.Selain itu, pemerintah diharapkan tidak sekadar memberikan
bantuan langsung tunai pada masyarakat miskin tanpa disertai pendampingan
bagaimana pengelolaan keuangan keluarga yang tepat. Tanpa adanya sosialisasi
mengenai pengetahuan gizi keluarga, bantuan itu tidak akan memberi dampak
secara bermakna bagi perbaikan gizi masyarakat miskin.
Direktur Bina Gizi Masyarakat
Departemen Kesehatan Ina Hernawati menyatakan, Depkes secara rutin telah melakukan
berbagai upaya perbaikan gizi masyarakat. Salah satunya, dengan memberikan
makanan pendamping ASI bagi anak-anak balita dalam kegiatan posyandu di seluruh
provinsi di Tanah Air. "Kami juga mengimbau agar masyarakat melakukan
diversifikasi pangan sehingga tidak lagi tergantung pada beras sebagai sumber
makanan pokok, " ujarnya.Untuk menanggulangi masalah gizi kurang, dalam
jangka pendek pemerintah melakukan perawatan kasus di rumah sakit sesuai
prosedur yakni mengatasi keadaan kritis, mengobati penyebab penyakit dan
menaikkan berat badan. Pada fase pemulihan, dilakukan upaya peningkatan status
gizi dari gizi buruk jadi gizi baik melalui pemberian makanan bergizi dan waktu
kontrol ulang di puskesmas atau RS.Secara periodik, kader melakukan surveilans
ulang kasus balita gizi kurang serta pemberian makanan pendamping ASI bagi
balita usia enam sampai 24 bulan dari keluarga miskin.
Pemerintah juga melakukan sosialisasi
perbaikan pola asuh pemeliharaan balita seperti promosi pemberian ASI secara
eksklusif sampai bayi umur enam bulan, penimbangan berat badan balita secara
teratur di posyandu untuk deteksi dan rujukan dini kasus gizi
kurang.Berdasarkan data Depkes, jumlah kasus gizi kurang dan gizi buruk menurun
dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2004, jumlah balita gizi kurang dan
gizi buruk sebanyak 5,1 juta jiwa. Kemudian pada tahun 2006, jumlah balita gizi
kurang dan bur uk turun jadi 4,28 juta anak, dan 944.246 orang di antaranya
balita risiko gizi buruk. Pada tahun 2007, angka kasus balita gizi
kurang dan buruk turun lagi jadi 4,13 juta anak, dan 755.397 orang di antaranya
tergolong balita risiko gizi buruk. Sedangkan h asil surveilans gizi
menunjukkan, kasus gizi buruk yang ditemukan dan ditangani 76.178 (tahun 2005),
kemudian turun jadi 50.106 penderita (2006), dan tahun 2007 ada 39.080 orang.
Sumber: -Kompas.com
-Hima bidang Sospol